Rabu, 06 November 2013

SEMINAR PENDIDIKAN REMAJA "The Queen's Classroom"

SMARISA, Ngawi, Jawa Timur. (2/11/2013). nih diye tampil gaya anak PAMESA SMARISA alias Palang Merah Remaja SMA PGRI 1 Ngawi, yang baru aja punya gawe nihh... Dua acara sekaligus jadi satu, yoiku, PAMESA AWARDS 2013 dan Seminar Pendidikan Remaja "The Queen's Classroom" yang dibawakan oleh Drs. Tito Setya Budi, M. Si asal Sragen punya.
Acara bergengsi ini dihadiri oleh seluruh siswa SMARISA, Siswa siswi Perwakilan SMP se-Kab. Ngawi, Perwakilan SMA/SMK se-kab. Ngawi, tamu undangan dan kepala instansi lainnya. sebanyak 300an penonton menjadi saksi kemeriahan PAMESA AWARDS 2013, yang pada tahun ini memberikan sebanyak 5 piala dari berbagai kategori, diantaranya, Kepemimpinan dan Organisasi, Kreatifitas, hubungan sosial, keaktifan dan tak kalah serunya kategori guru pendamping kegiatan terfavorit.
Acara ini dibuka dengan tarian Srampat yang dibawakan oleh temen2 PAMESA. dan disusul dengan berbagai tampilan - tampilan lain seperti vokal, tari, liputan seputar SMARISA, dan juga pembacaan nominasi serta pembagian doorprise.

Acara ini bertujuan untuk membangun motivasi serta rasa percaya diri remaja berbasis talenta, sesuai dengan tema kegiatan ini. Terutama bagi siswa siswi yang mengikuti ekskul PMR atau populer dengan sebutan PAMESA. Gedung Notosuman Watualang menjadi saksi kemeriahan dan kemegahan acara yang spektakuler persembahan PAMESA. "Acaranya seru banget, kaya acara di tivi gitu deh, serasa nonton di SCTV Awards..." Ucap Risa, salah satu peserta dari SMP Ngawi. Acara ini diharapkan bisa menjadi agenda tahunan, tambahnya. Selaku Pembina PMR Wahyudik, S. Pd atau sering disapa Pak Chan menjelaskan bahwa kegiatan luar biasa ini merupakan jerih payah anak didiknya yaitu peserta PMR WIRA SMARISA Ngawi.
"Ini merupakan yang ketiga kalinya, setelah sukses tahun lalu di Kampus SMARISA, dan Pendopo Wedya Graha Kab. Ngawi." Tutur Pak Chan usai acara tersebut.
acara yang berdurasi 3 jam tersebut berhasil menghipnotis para pesertanya seakan mereka melihat distasiun tivi. Apalagi saat penayangan Seputar SMARISA yang diadopsi dari berita Seputar Indonesia yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta di Indonesia.
 Doc. (Gambul, smarisa)

Doc. (Gambul, Smarisa)

Liputan Jurnalistik PAMESA SMARISA melaporkan dari gedung Notosuman Ngawi.
Prod. 2013.


REMAJA DAN CITA-CITANYA
Oleh:
Tito S. Budi

Seandainya pasangan musisi Ahmad Dani dan Maia tak bercerai, apakah AQJ alias Dul bakal main kebut-kebutan pakai mobil mewah yang akhirnya menghilangkan nyawa manusia? Seandainya berada dalam lingkungan pergaulan yang sehat, penuh kasih-sayang dari orang tua masing-masing, apakah anak-anak siswa SMP 4 Jakarta akan memproduksi video-porno yang menggemparkan itu?
Sebaliknya, seandainya tidak dihimpit kemiskinan di masa remaja, apakah Chairul Tanjung menjadi raja televisi dan konglomerat kondang? Begitu juga, seandainya dulu tidak hidup di bantaran sungai dan mengawali kariernya sebagai buruh mebel, apakah Jokowi akan menjadi gubernur DKI?
Terlalu banyak contoh orang-orang yang sukses maupun gagal dengan latar-belakang yang beragam. Ada pejabat, orang kaya, tapi anaknya jatuh miskin dan sengsara. Ada orang kecil, miskin, anaknya menjadi pengusaha sukses atau pejabat negara. Ada orang kaya yang anaknya bisa mewarisi kekayaan orang tuanya, melanjutkan usahanya, dan akhirnya juga menjadi orang kaya. Ada orang miskin yang anaknya mewarisi kemiskinannya, dan tetap menjadi orang miskin.
Hidup adalah pilihan. Itu kata orang bijak. Sedihnya, ada yang sadar akan pilihan hidupnya. Tapi banyak yang tak sadar kelak menjadi apa.
Di zaman saya, hanya ada dua macam cita-cita paling top, ialah menjadi dokter dan insinyur. Apakah hari ini masih berlaku?
Dulu, dokter itu menjadi ikon orang kaya, bermobil bagus dan berumah mewah. Sekarang? Sudah sulit ditemui lulusan Kedokteran yang begitu lulus, buka praktik langsung laris dikerubuti pasien. Lulusan teknik sipil banyak yang menganggur, atau bekerja di sektor-sektor yang bukan bidangnya.
Cita-cita remaja sekarangpun menjadi beragam. Dengan begitu justru melesat jauh lebih luas dan lebih tinggi. Mereka bisa bercita-cita menjadi bupati, walikota, gubernur, menteri, bahkan presiden. Bisa bercita-cita menjadi penyanyi, pembalap, pelawak, dukun, atau tukang sulap (istilah kerennya mentalis) seperti Deddy Corbuzier.
Semua cita-cita sah. Tak ada yang melarang.
Hanya masalahnya, cukupkah cita-cita digantung setinggi langit tanpa upaya meraihnya? (Memangnya salah apa cita-cita sampai digantung setinggi langit?).
Percaya diri, itu harus! Seorang petinju sudah kalah sebelum bertanding tanpa percaya diri untuk menang. Tapi percaya diri tanpa melihat relitas, pijakan nyata, hanya akan membuat frustrasi diri dan cemoohan orang lain.
Ingat, setiap anak memiliki latar-belakang hidup yang berbeda-beda. Latar belakang, lingkungan di masa kecil dan remaja, memiliki pengaruh besar dalam perkembangan kejiwaan. Karenanya, keterbukaan, saling berbagi, niscaya bisa menjadi sumber inspirasi dan kekuatan.
Saya sempat membaca tulisan para remaja dari benua Amerika yang terkumpul dalam buku Teen Ink, More Voices, More Visions yang disusun oleh Stephanie H. Meyer dan John Meyer. Isinya macam-macam. Ada yang berkisah soal keluarga, cinta, tantangan, imajinasi, masa-masa di sekolah, kenangan hidup, dsb. Tulisan yang benar-benar menyentuh. Misalnya tentang anak dari keluarga negro dari Mexico yang diadopsi oleh keluarga kulit putih di New York. Kemudian tentang seorang anak remaja yang kehilangan kakak karena kecelakan dan selalu sedih setiap melihat sepatu yang teronggok sepi.

Berbagi cerita, berbagi pengalaman, saya kira adalah bagian dari pergaulan remaja yang sehat. Banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk merancang masa depan, meraih cita-cita. Dan sulit membayangkan peraihan cita-cita melewati aksi-aksi membuat video porno, kebut-kebutan di jalanan, mabuk-mabukan, dan pesta narkoba.
Mengenal diri-sendiri, menjajaki kemampuan diri, menimbang talenta personal, adalah bagian dari upaya paling konkret untuk meraih cita-cita.
Saya percaya keinginan setiap manusia ialah mencapai kebahagiaan dunia akherat. Kalimat ini gampang diucapkan tetapi tak mudah dirumuskan. Tapi satu hal yang jelas, tak ada satupun manusia yang bercita-cita menjadi sengsara.
Masa remaja adalah masa yang paling indah. Itu sepotong lirik lagu bikinan Koes Plus. Sebuah lagu lama – kalian belum lahir saat lagu itu diciptakan – yang bisa melampaui zaman. Hanya sayangnya, ada yang salah dalam menafsirkan keindahan masa remaja itu.
Mudah-mudahan Anda tak termasuk yang salah tafsir itu.

                                                             Disampaikan dalam Seminar Motivasi Pendidikan Remaja
di Gedung Notosuman, Ngawi
Sabtu, 2 November 2013

produksi @
PAMESA SMARISA NGAWI
2013